Ketum PERADMI : Merusak Lahan Tanpa Didasari Putusan Resmi Dari Pengadilan Sama Halnya Melawan Hukum 

matajela | 19 May 2025, 13:32 pm | 27 views

TANAH LAUT | MATAJELATA. COM– Taku–Terkait lahan yang berlokasi di Desa Kuringkit, Kecamatam Panyiparan, Kab.Tanah laut (Talu) Diduga menjadi sengketa terkait adanya dugaan keberpihakan oknum sehingga menciptakan kesimpang siuran di manyarakat khususnya terhadap Koperasi Permata Mulia (KPM). 

Dikisahkan dari kronologis, bahwa sejak tahun 2004, KPM melakukan ganti rugi lahan di Desa Kuringkit, Kec Panyipatan, Kab Tanah Laut yang luasnya sekitar 213 hektare, dengan status sertifikat Hak milik (SHM) 50 hektare dan saprodik 163 hektare . Di lahan tersebut, sejak tahun 2005 mulai ditanam kelapa sawit.

Di tahun 2023, PT SSA menggugat Perdata KPM di Pengadilan Negeri Pelaihari atas dasar bahwa lahan yang diusahakan KPM seluas 187 hektare adalah bagian Hak Guna Usaha dari PT SSA seluas 621 hektare., berdasarkan ;

– Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) PT SSA nomor 01 tanggal 31 Maret 1995.

– Gambar Situasi nomor 930/P&PT/1995 tanggal 21 Maret 1995.

– Hasil Pengambilan Titik Koordinat oleh BPN Tanah Laut nomor 856/200..13-63.01/IX/2022 tanggal 2 September 2022.

Dari gugatan tersebut, maka (PN) Pengadilan Negeri Pelaihari mengabulkan gugatan untuk sebagian penggugat yakni PT SSA. Keputusan tersebut berdasarkan dari keputusan nomor 2/Pdt.G/2023/PN PLI tanggal 28 Juli 2023. Salah satu isi keputusan pengadilan (PN) Pengadilan Negeri Pelaihari tersebut adalah KPM harus mengosongkan dan mengembalikan bidang tanah seluas 187 hektare=ha kepada penggugat (PT SSA).

Dari keputusan (PN) Pengadilan Negeri Pelaihari. KPM melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Banjarmasin, dan PT Banjarmasin berdasarkan keputusan nomor 57/Pdt/2023/PT BJM tanggal 3 Oktober 2023 menolak permohonan banding KPM kala itu.

Selanjutnya, atas keputusan PT Banjarmasin tersebut, KPM melakukan upaya Kasasi ke Mahkamah Agung Jakarta, berdasarkan keputusan Mahkamah Agung nomor 45 K/Pdt/2025 tanggal 25 Pebruari 2025 MA menolak permohonan kasasi dari KPM.

Atas putusan MA tersebut , KPM sedang menyiapkan novum baru untuk melakukan perlawanan hukum atas keputusan tersebut, untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas keputusan tersebut.

Beberapa tindakan PT SSA dilahan sengketa selama proses hukum berjalan ;

1. Melakukan pembuatan parit batas HGU dilahan sengketa.

2. Melakukan panen kelapa sawit di lahan sengketa.

3. Mengintimidasi karyawan KPM bekerja di lahan sengketa.”Perlu diketahui, bahwa bertindak dilokasi lahan yang masih dalam status sengketa dan belum mendapatkan putusan eksekusi resmi dari pengadilan maka lahan tersebut secara hukum tidak dapat di ganggu atau rusaki.

Analisa Kejanggalan dalam Kasus Sengketa Lahan tersebut ;

1. Sejak awal ganti rugi lahan (2004) sampai tanam kelapa sawit (2023) ,KPM merasa tidak ada masalah dengan lahan , kenapa tiba-tiba digugat setelah mengelola perkebunan kelapa sawit selama 19 tahun, tidak ada informasi apapun dari perangkat Desa dan masyarakat pemilik lahan kalau lahan itu adalah lahan HGU perusahan lain, keyakinan tersebut ditambah bahwa sebagian lahan yang diganti rugi (50 ha) bersertifikat (SHM) prona.

2. Bila sertifikat HGU PT SSA keluar pada bulan Maret 1995, selama ini kemana ? Kenapa tidak langsung lakukan eksekusi pembebasan lahan atas lahan yang diperoleh ? Bukankah kewajiban perusahaan bila sudah mendapat ijin HGU harus segera mengusahakan lahan tersebut sehingga tidak menjadi tanah / lahan terlantar, yang suatu saat bisa ditarik kembali oleh negara.

3. Pertanyaan kami Bila sertifikat HGU PT SSA keluar pada bulan Maret 1995, kenapa pengambilan titik koordinat oleh BPN Pelaihari baru dilakukan pada bulan September 2022 lalu.? Bukan kah diharuskan dalam permohonan HGU, jika batas lahan dan titik koordinat sudah harus dilampirkan sebelum sertifikat HGU dikeluarkan ?

Pengamat Hukum Dr. Muhammad Nur. S.H.,M.PD.,C.FLS.,M.H yang juga selaku Advocat senior saat ditemui media ini terkait tanggapannya prihal sengketa lahan yang kini semakin memanas antara PT. SSA dan KPM. “Pengacara senior tersebut mengatakan,”bahwa eksekusi lahan tidak dapat dilakukan selama belum ada putusan dari pengadilan resmi. Eksekusi tersebut hanya dapat dilakukan setelah putusan sudah berkekuatan hukum tetap.”Ujar pria berdarah sulawesi ini. Jadi patut disimpulkan pengrusakan dan intimidasi yang dilakukan PT. SSA dapat dilaporkan sebagai bentuk pidana.”Tegasnya.

Lanjut ia katakan, bahwa eksekusi terhadap putusan yang belum berkekuatan hukum tetap hanya dapat dilakukan jika putusan tersebut dinyatakan dapat dieksekusi (uitvoerbaar bij voorraad). Jika eksekusi dilakukan tanpa memenuhi syarat, maka dapat menjadi pelanggaran hukum.

Masih ditempat yang sama, “Ketua Umum (Ketum) Persatuan Advokat Muslim Indonesia (PERADMI) “Dr.Muhammad Nur.S.H.,M.PD.,C.FLS.,M.H Akan terus mengawal kasus ini hingga ditemukan adanya titik terang penyelesaian. “Jelasnya.

(/*)

Berita Terkait